elibrary.id

Gerakan Indonesia Cerdas Literasi

Makanan Makruh (Foto merdeka.com)
Makanan Makruh

Secara bahasa, makruh artinya sesuatu yang dibenci.

Makruh merupakan perkara yang dilarang tetapi larangan tersebut bersifat tidak pasti.

Suatu perbuatan dikatakan makruh apabila ditinggalkan dirasa lebih baik daripada mengerjakannya.

Misalnya, berkumur atau memasukkan air ke hidung secara berlebihan saat puasa Ramadan.

Makruh dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu makruh tahrim dan makruh tanzih.

Makruh tahrim adalah sesuatu yang secara pasti dilarang oleh syariat, seperti larangan memakai perhiasan emas bagi laki-laki.

Sementara makruh tanzih adalah sesuatu yang dianjurkan oleh syariat untuk meninggalkannya tetapi larangan tersebut bersifat tidak pasti, seperti memakan daging kuda ketika dalam kondisi perang, mengonsumsi makanan berbau menyengat (petai, jengkol, bawang putih dan sebagainya), meniup makanan dan minuman panas, minum sambil berdiri, dan lain-lain.

Baca juga:  Seri Anak Saleh Menyayangi Allah: Allah Memberi Kita Makanan dan Minuman (17)

Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa pada masa Rasulullah pernah ada larangan memakan daging kuda tetapi sifatnya sementara karena kebutuhan kondisional saat itu, di mana kuda menjadi bagian dari alat perang.

Ada pun kalangan ulama yang memakruhkan adalah ulama Hanafiyah, termasuk Abu Hanifah sendiri dan dua murid dekatnya, Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan asy-Syaibani.

Memakan makanan berbau menyengat dan tidak sedap dikategorikan sebagai makruh apabila dimakan ketika hendak salat berjamaah di masjid.

Bau yang menyengat dari makanan tersebut akan menyakiti atau mengganggu kenyamanan jamaah lain yang hendak beribadah.

Status makruh pada makanan dan minuman yang ditiup, utamanya berasal dari anjuran Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan dalam hadis riwayat Imam al-Bukhari yang berbunyi, “Apabila kalian minum, janganlah bernafas di dalam suatu wadah, dan ketika buang hajat, janganlah menyentuh kemaluan dengan tangan kanan.”

Baca juga:  Adab Islam Setelah Bermimpi yang Baik

Lebih lanjut, Imam al-Munawi menjelaskan alasan meniup makanan dan minuman panas dimakruhkan agar tidak mengubah aroma makanan dan minuman akibat bau mulut orang yang meniupnya.

Penjelasan ini dinilai masuk akal dan lebih bersifat akhlak serta etika karena pada masa itu, meniup makanan agar cepat dingin menandakan bahwa orang tersebut rakus dan tidak sabar.*** 

Sumber dan Kontributor

Pengunjung: 0 Hari Ini: 0

Pencarian

Bagikan Info

Facebook
WhatsApp
Pinterest
Twitter
Telegram
LinkedIn

Bahasan Terpopuler

Informasi Lainnya

Jelajah E-Library

💳 Donasi via PayPal 🤲 Dukung via Kitabisa
error: Content is protected !!

Permintaan Ditolak

Akses ditolak karena tautan yang dituju tidak tersedia. Terima kasih.

Gerakan Indonesia Pintar

Dukung Gerakan Indonesia Pintar untuk membantu jutaan anak Indonesia mendapatkan akses bacaan gratis berkualitas.

Logo Gerakan Indonesia Pintar