Disyariatkannya qurban sebagai simbol pengorbanan hamba kepada Allah Ta’ala, bentuk ketaatan kepada-Nya, dan rasa syukur atas nikmat kehidupan yang diberikan Allah Ta’ala kepada hamba-Nya.
Hubungan rasa syukur atas nikmat kehidupan dengan berqurban yang berarti menyembelih binatang dapat dilihat dari dua sisi.
Pertama, bahwa penyembelihan binatang tersebut merupakan sarana memperluas hubungan baik terhadap kerabat, tetangga, tamu dan saudara sesama muslim.
Semua itu merupakan fenomena kegembiraan dan rasa syukur atas nikmat Allah Ta’ala kepada manusia, dan inilah bentuk pengungkapan nikmat yang dianjurkan dalam Islam:
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (QS Ad-Dhuhaa 11)
Kedua, sebagai bentuk pembenaran terhadap apa yang datang dari Allah Ta’ala.
Allah menciptakan binatang ternak itu adalah nikmat yang diperuntukkan bagi manusia.
Dan Allah SWT mengizinkan manusia untuk menyembelih binatang ternak tersebut sebagai makanan bagi mereka.
Bahkan penyembelihan ini merupakan salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah Ta’ala.
Berqurban merupakan ibadah yang paling dicintai Allah Ta’ala di hari Nahr, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat At-Tirmidzi dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhu.
Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah anak Adam beramal di hari Nahr yang paling dicintai Allah melebihi menumpahkan darah (berqurban). Qurban itu akan datang di hari Kiamat dengan tanduk, bulu dan kukunya. Dan sesungguhnya darah akan cepat sampai di suatu tempat sebelum darah tersebut menetes ke bumi. Maka perbaikilah jiwa dengan berqurban.”
Sumber dan Kontributor
- Penyunting: elibrary.id
- globalqurban.com