
Sekapur Sirih
Kata antropolog bisa jadi belum saatnya diperkenalkan kepada anak-anak setingkat SD. Namun, lewat buku dan film, di Barat anak-anak malah sudah diperkenalkan dengan kata astronomi, kosmologi, big bang, filsafat, Sokrates, politik, ras, arkeologi, biologi, DNA, nuklir, dan banyak lagi.
Anda tinggal mengetikkan cosmology for kids di laman pencarian. Toko daring akan memberikan rekomendasi bukunya dan buku-buku lain
yang berkaitan dengan itu.
Apa yang terjadi dengan kita? Ilmuwan (tidak melulu pengetahuan alam, tetapi juga sosial) dan penulis berbakat kita lupa untuk menjelaskan kepada anak-anak tentang pengetahuan hebat yang telah dicapai manusia di dunia ini. Di sekolah kata antropologi mungkin saja baru diperkenalkan di tingkat SMA, itu pun jika ia mengambil jurusan IPS.
Bagaimana dengan jurusan IPA? Lalu, bagaimana dengan siswa SD? Mengemas pemahaman antropologi untuk anak-anak sangatlah menarik, apalagi jika mengenal antropologi budaya lewat pengalaman mengunjungi suku-suku pedalaman yang ada di negara-negara di Asia Tenggara.
Negara-negara di lingkup ASEAN memiliki suku-suku yang beragam, yang bisa jadi memiliki keterkaitan budaya satu dengan yang lain. Yang perlu digarisbawahi adalah pemahaman kita terhadap suku pedalaman sangat dibutuhkan, terutama untuk mengajarkan nilai-nilai positif dalam memahami perbedaan budaya kepada anak-anak, dan tentu saja mengambil nilai-nilai positif yang dapat kita bagikan kepada anak-anak lewat suku-suku pedalaman.
Padang, Mei 2020
Dian Arsa
Kata Pengantar
Karya sastra tidak hanya rangkaian kata demi kata, tetapi berbicara tentang kehidupan, baik secara realitas ada maupun hanya dalam gagasan atau cita-cita manusia.
Apabila berdasarkan realitas yang ada, biasanya karya sastra berisi pengalaman hidup, teladan, dan hikmah yang telah mendapatkan berbagai bumbu, ramuan, gaya, dan imajinasi.
Sementara itu, apabila berdasarkan pada gagasan atau cita-cita hidup, biasanya karya sastra berisi ajaran moral, budi pekerti, nasihat, simbol-simbol filsafat (pandangan hidup), budaya, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Kehidupan itu sendiri keberadaannya sangat beragam, bervariasi, dan penuh berbagai persoalan serta konflik yang dihadapi oleh manusia.
Keberagaman dalam kehidupan itu berimbas pula pada keberagaman dalam karya sastra karena isinya tidak terpisahkan dari kehidupan manusia yang beradab dan bermartabat.
Karya sastra yang berbicara tentang kehidupan tersebut menggunakan bahasa
sebagai media penyampaiannya dan seni imajinatif sebagai lahan budayanya.
Atas dasar media bahasa dan seni imajinatif itu, sastra bersifat multidimensi dan multiinterpretasi.
Dengan menggunakan media bahasa, seni imajinatif, dan matra budaya, sastra menyampaikan pesan untuk (dapat) ditinjau, ditelaah, dan dikaji ataupun dianalisis dari berbagai sudut pandang.
Hasil pandangan itu sangat bergantung pada siapa yang meninjau, siapa yang menelaah, menganalisis, dan siapa yang mengkajinya dengan latar belakang sosial-budaya serta pengetahuan yang beraneka ragam.
Adakala seorang penelaah sastra berangkat dari sudut pandang metafora, mitos, simbol, kekuasaan, ideologi, ekonomi, politik, dan budaya, dapat dibantah penelaah lain dari sudut bunyi, referen, maupun ironi.
Meskipun demikian, kata Heraclitus, “Betapa pun berlawanan mereka bekerja sama, dan dari arah yang berbeda, muncul harmoni paling indah”.
Banyak pelajaran yang dapat kita peroleh dari membaca karya sastra, salah satunya membaca cerita rakyat yang disadur atau diolah kembali menjadi cerita anak.
Hasil membaca karya sastra selalu menginspirasi dan memotivasi pembaca untuk berkreasi menemukan sesuatu yang baru.
Membaca karya sastra dapat memicu imajinasi lebih lanjut, membuka pencerahan, dan menambah wawasan.
Untuk itu, kepada pengolah kembali cerita ini kami ucapkan terima kasih.
Kami juga menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Kepala Pusat Pembinaan, Kepala Bidang Pembelajaran, serta Kepala Subbidang Modul
dan Bahan ajar dan staf atas segala upaya dan kerja keras yang dilakukan sampai dengan terwujudnya buku ini.
Semoga buku cerita ini tidak hanya bermanfaat sebagai bahan bacaan bagi siswa dan masyarakat untuk menumbuhkan budaya literasi melalui program Gerakan Literasi Nasional, tetapi juga bermanfaat sebagai bahan pengayaan pengetahuan kita tentang kehidupan masa lalu yang dapat dimanfaatkan dalam menyikapi perkembangan kehidupan masa kini dan masa depan.
Jakarta, 15 Maret 2016
Salam kami,
Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Hum.
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Supported by
Kementerian Pendidikan, Riset, dan Kebudayaan Republik Indonesia