Pesan Moral Cerita:
- Kita tidak bisa mengubah ketentuan Allah SWT, bahwa manusia saat ini hanya bisa hidup di bumi saja.
- Kebohongan suatu saat nanti akan terbongkar, meskipun sudah berusaha ditutup-tutupi dengan berbagai cara.
- Kebohongan hanya akan membawa keburukan dalam hidup.
- Kejujuran akan membawa ketenangan dan keberkahan hidup.
Pada zaman dahulu kala di salah satu daerah di Gorontalo, di hulu sungai dekat sebuah mata air sebuah dusun terpencil di Gorontalo.
Tinggallah seorang pemuda sederhana bernama Lahilote.
Ia sering mencari rotan di hutan sebagai mata pencahariannya.
Pada suatu malam.
Lahilote bermimpi mendapat sepotong rotan besar yag disebut “Hutiya Mala”.
Lahilote terjaga dengan penuh rasa heran.
Ia bertanya dalam hati apa gerangan arti mimpi ajaib tersebut.
Beberapa hari kemudian Lahilote pergi ke hutan untuk mencari rotan.
Secara tidak sengaja Lahilote melihat tujuh bidadari yang sangat cantik sedang mandi dengan riang di sungai.
Ketujuh bidadari tersebut menyimpan selendangnya di tepi sungai.
Seketika itu timbul hasrat Lahilote untuk mengambil dan menyembunyikan salah satu selendang bidadari tersebut.
Sadar akan kehadiran seorang manusia.
Maka ketujuh bidadari tersebut segera berhenti mandi dan bergegas mengambil selendangnya.
Namun betapa terkejut mereka karena salah satu dari selendang mereka telah hilang.
Kemunculan Lahilote secara tiba-tiba sangat mengejutkan bidadari-bidadari tersebut.
Serentak mereka segera terbang ke kayangan, kecuali satu temannya yang kehilangan selendangnya.
Singkat cerita, Lahilote berhasil membujuk dan memperistri bidadari yang tertinggal itu.
Pada suatu hari Lahilote pergi ke hutan.
Sebenarnya isterinya sangat ingin ikut ke hutan namun Lahilote melarangnya.
Sepeninggal Lahilote, tanpa sengaja isterinya menemukan selendang miliknya.
Selendang itu ternyata selama ini disimpan oleh Lahilote dalam sebuah tabung bambu yang diletakkan di atas para-para dapurnya.
Isteri Lahilote merasa sangat senang.
Ia dapat menemukan kembali selendangnya.
Namun ia juga merasa kecewa karena selama ini telah dikhianati oleh suaminya.
Segera dipakainya selendang tersebut.
Dan seketika itu pula ia terbang ke kayangan.
Hari itu Lahilote merasa sangat bahagia karena ia berhasil mengumpulkan rotan yang banyak.
Namun kegembiraan itu sirna seketika.
Setelah ia mengetahui bahwa tabung bambu berisi selendang itu kini telah kosong.
Dan isterinya telah pergi meninggalkannya.
Dalam keadaan bingung sekaligus sedih.
Tiba-tiba muncul seorang Polahi, yaitu salah satu suku yang tinggal di tengah hutan.
Ia memberikan sebatang rotan besar kepada Lahilote.
Rotan itu sama bentuknya seperti yang pernah dilihat dalam mimpinya beberapa waktu lalu.
Rotan ajaib itu bisa membantu Lahilote untuk pergi ke kayangan bertemu istrinya.
Lahilote pun bisa bertemu dan tinggal di kayangan bersama istrinya.
Suatu ketika Lahilote duduk di atas sebatang kayu didampingi isterinya.
Saat itu isteri Lahilote mencari kutu di kepala Lahilote.
Namun betapa terkejut isterinya ketika ia menemukan uban di kepala Lahilote.
Seketika ia pun menjauh dari Lahilote.
Istri Lahilote berkata bahwa penguasa kayangan tidak mengizinkan seorang yang beruban tetap tinggal di kayangan.
Lahilote begitu sangat terpukul.
Lahilote pun kembali ke bumi sambil bersumpah, ”Sampai senja umurku nanti, berbatas pantai Pohe berujung kain kafan, di sana telapak kakiku akan terpateri sepanjang zaman.”
Saat ini di pantai Pohe, Gorontalo, terdapat batu berbentuk telapak yang oleh masyarakat setempat dipercayai sebagai telapak kaki Lahilote. ***

Sumber dan Kontributor