Suatu hari, Hanna sedang berjalan-jalan.
Tiba-tiba matanya terpesona pada suatu pemandangan indah.
Ia melihat seekor induk burung yang sedang menyuapi anaknya.
Induk burung menyuapi anaknya menggunakan paruhnya dengan sangat hati-hati.
Sementara anak burung menciap-ciap senang karena perutnya kenyang.
Terkesan dengan kasih sayang sang induk burung, Hanna tergugah perasaannya.
Ia juga ingin melampiaskan rasa sayangnya sebagaimana induk burung tersebut terhadap anak-anaknya.
Dalam sepi malam, Hanna pun bermohon kepada Allah agar diberi keturunan.
Ia pun bernazar kepada Allah, jika hamil nanti, anaknya akan ia jadikan hamba untuk berkhidmat di Baitul Maqdis.
“Ya Rabb, sesungguhnya kami bernazar kepadaMu, agar janin dalam kandunganku kelak menjadi hamba yang mengabdi kepada-Mu, maka terimalah nazar ini dariku. Sungguh, Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Tak lama, Hanna melahirkan bayi perempuan yang dinamakan Maryam.
Sempat tebersit ragu untuk menyerahkan anak perempuan tersebut, karena pada masa itu, orang biasa menazarkan anak laki-lakinya sebagai pengabdi Baitul Maqdis, sementara Maryam adalah perempuan.
Sungguh di luar kebiasaan jika perempuan yang tinggal dalam mihrab tempat ibadah.
Namun Allah lebih mengetahui apa yang terbaik bagi Maryam.
Setelah Maryam akil baligh, maka Hanna menyerahkan pemeliharaan Maryam kepada Zakariya bukan hanya karena mereka saling berkerabat, melainkan juga karena Zakariya adalah pemuka agama dan nabi di masa itu.
Hanna adalah sepupu Elisabeth.
Elisabeth merupakan istri Zakariya.
Zakariya menerima dengan baik perintah dari Allah untuk membimbing Maryam, mengajarkan kitab suci dan melakukan kebaktian kepada Allah.
Sumber dan Kontributor