Kapasitas ilmu dan cara belajar Ibnu Sina mungkin bisa kita anggap sangat luar biasa.
Ia mengaku jarang tidur di malam hari, dan siang harinya digunakan fokus untuk belajar dan melayani orang sakit.
Terlepas dari ia mulai berprofesi sebagai dokter, ia tetap terus membaca karya-karya filsafat dengan tekun.
Ia mengaku membuat tips seperti ini, “Ketika bertemu pernyataan yang susah dipahami, maka saya coba membuat rumusan ulang di kertas lainnya. Harapannya, masalah akan lebih rapi, dan barangkali ada solusi setelah suatu permasalahan dicatat dan dirumuskan ulang.”
Hematnya, metode ini penting untuk memahami ilmu logika serta rumitnya filsafat.
Tiap malam Ibnu Sina sibuk menulis dan membaca.
Ketika suntuk dan ngantuk, ia minum secawan minuman hingga mampu kembali untuk membaca.
Beberapa penerjemah menyebutkan minuman penghilang kantuk itu adalah anggur atau wine.
Kalau memang sudah mentok mengantuk, bacaan dan konsep yang tak ia pahami itu bisa sampai terbawa mimpi.
Didorong bacaan melimpah dan menariknya ilmu alam, Ibnu Sina berminat pada ilmu kedokteran dan membaca ragam buku terkait bidang tersebut.
Dalam bidang kedokteran tercatat bahwa gurunya bernama Abu Mansur al Hasan bin Nuh al Qumri dan Abu Sahl Isa bin Yahya al Masihi, dua dokter di sekitar daerah Bukhara.
Ditunjang dengan kemampuan belajarnya yang luar biasa, Ibnu Sina bahkan berkata tentang belajar ilmu kedokteran, “Kedokteran bukan ilmu yang terlalu sulit bagiku.”
Ia mengaku bisa cepat memahami konsep dan detail ilmu kedokteran, bahkan mampu melakukan inovasi-inovasi dalam pembelajaran maupun praktikal.
Pada usia belia, diakuinya saat berusia 16 tahun, Ibnu Sina mulai mengobati pasien, lantas banyak mendapatkan pengalaman klinis serta ilmu pengobatan yang belum pernah ia baca sebelumnya. ***

Sumber dan Kontributor
- Penyunting: elibrary.id
- kompas.com
- biografi-tokoh-ternama.blogspot.com
- islami.co