Sewaktu Al Ghazali masih kecil, ayahnya menyerahkan Al Ghazali kepada salah seorang sahabatnya yang mahir menulis khat (huruf Arab).
Ayahnya ingin sekali Al Ghazali bisa menulis khat, tidak seperti dirinya yang tidak bisa menulis khat.
Al Ghazali mau mengikuti nasihat Ayahnya.
Setiap hari Al Ghazali belajar khat dengan tekun hingga akhirnya mahir.
Setelah Ayahnya wafat, Al Ghazali mendalami ilmu agama secara sungguh-sungguh di madrasah.
Di tempat ini, dia bukan sekadar memperoleh bermacam-macam pengetahuan dan berkenalan dengan teman-teman barunya, melainkan dapat makanan secara gratis.
Al Ghazali tergolong anak yang cerdas, bahkan jenius.
Setiap materi yang disampaikan gurunya selalu cepat dipahami dan dihapalnya.
Ditambah lagi dia gemar membaca buku dan meneliti kitab-kitab karangan ulama zaman dahulu.
Hal ini tentu semakin memudahkannya untuk menguasai suatu pembahasan dan ilmu.
Selain itu, dia sering berkeliling mengunjungi kediaman ulama untuk menimba ilmu sekalian minta didoakan agar menjadi anak yang saleh.
Terbukti, kian hari ilmunya kian bertambah.
Atas dasar itu, ketika menginjak usia dewasa atau sekitar tahun 484 hijriyah, dia dipercaya dan diangkat menjadi pengajar di madrasah. ***

Sumber dan Kontributor
- Penyunting: elibrary.id
- kompas.com
- biografi-tokoh-ternama.blogspot.com
- kompas.com
- komunitasamam.wordpress.com